Monday, August 13, 2018

MUSAFIR

Posted by Aulia The Rock Angel

ONE DAY ONE HADITH


بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

MUSAFIR

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ [وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ] وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku, lalu bersabda, ‘Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir’ [dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur (pasti akan mati)].”

Dan Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma pernah mengatakan, “Jika engkau berada di sore hari, janganlah menunggu pagi hari. Dan jika engkau berada di pagi hari, janganlah menunggu sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu dan hidupmu sebelum matimu.”

Bukhâri, no. 6416; at-Tirmidzi, no. 2333; Ibnu Mâjah no. 4114; Ahmad, II/24

Orang yang beriman tidak sepantasnya menganggap dunia ini sebagai tempat tinggalnya yang abadi. Namun, Seyogyanya ia menganggap hidup di dunia ini seperti musafir yang sedang menyiapkan bekal bepergian menempuh perjalanan yang teramat panjang.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman

يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ

Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (QS. Ghâfir/al-Mukmin/40:39)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِيْ وَلِلدُّنْيَا؟ مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟! إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

Apalah artinya dunia ini bagiku?! Apa urusanku dengan dunia?! Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan dunia ini ialah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon, ia istirahat (sesaat) kemudian meninggalkannya.

 HR. Ahmad, I/391, 441 dan at-Tirmidzi, no. 2377; Ibnu Mâjah, no. 4109 dan al-Hâkim, IV/310

‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu berkata :

اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ، وَلَا تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ

Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat pasti akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal bukan hisab, sedang kelak adalah hari hisab bukan amal.

(Shahîhul Bukhâri, kitab: ar-Riqâq, bab: fil Amali wa Thûlihi, Fat-hul Bâri XI/235.)

Jika dunia bukan negeri domisili dan tempat yang abadi bagi orang Mukmin, maka orang Mukmin harus bersikap dengan salah satu dari dua sikap: Pertama, seperti orang asing yang menetap di negeri asing dan obsesinya (tujuan dan cita-citanya) ialah mencari bekal untuk pulang ke tanah airnya. Kedua, seperti orang musafir yang tidak menetap sama sekali, dia terus melanjutkan perjalanannya siang dan malam menuju negeri abadi.

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma agar ia di dunia ini berada di antara salah satu dari kedua sikap berikut:

Pertama, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia ini seperti
orang asing dan ia membayangkan bisa menetap, namun di negeri asing. Hatinya tidak terpikat dengan negeri asing tersebut. Hatinya tetap bergantung dengan tanah airnya, tempat ia akan kembali kepadanya. Ia bermukim di dunia untuk menyelesaikan tujuan persiapannya untuk pulang ke tanah airnya (yaitu Surga).

Kedua, orang Mukmin menempatkan dirinya di dunia seperti musafir yang tidak pernah mukim di satu tempat, namun tetap berjalan melintasi tempat-tempat perjalanan hingga perjalanannya terhenti di tempat tujuan, yaitu kematian. Barangsiapa sikapnya seperti ini di dunia, berarti dia menyadari tujuannya yaitu mencari bekal untuk perjalanan dan tidak disibukkan dengan memperkaya diri dengan perhiasan dunia. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada sejumlah Sahabatnya agar bekal mereka dari dunia seperti bekal pengendara atau musafir.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا يَكْفِي أَحَدَكُمْمِنَ الدُّنْيَا كَزَادِ الرَّاكِبِ

Sesungguhnya cukup bagi kalian di dunia ini seperti bekal orang yang dalam perjalanan.

(HR Abu Ya’la, XIII/no. 7214)


Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْر

Dan persiapkan dirimu termasuk orang yang akan menjadi penghuni kubur [pasti akan mati])

Kematian adalah akhir yang pasti akan dialami oleh seluruh makhluk. Kematian adalah pemisah antara kehidupan dunia dan alam barzakh. Jika seseorang di dalam hatinya sering mengingat kematian dan bersemangat dalam urusan akhirat, maka dia akan masuk ke dalam orang-orang yang berlomba dalam kebaikan dan amalan shalih. Sebaliknya, jika hati seseorang lalai dari mengingat kematian dan lupa kalau dirinya pasti akan meninggalkan dunia ini, maka dia akan menjadi keras hatinya dan malas melakukan ketaatan.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ (يَعْنِيْ الْمَوْتَ)

Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian)

(HR. Ahmad, II/293; At-Tirmidzi, no. 2307; dan Ibnu Mâjah, no. 4258)

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma ,“Aku sedang bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian datang seorang laki-laki dari kalangan Anshâr, lalu ia mengucapkansalam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya:

يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيُّ الْمُؤْمِنِيْنَ أَفْضَلُ؟ فَقَالَ:(أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا). قَالَ: فَأَيُّ الْمُؤْمِنِيْنَ أَكْيَسُ؟ قَالَ:(أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُوْلَئِكَ الْأَكْيَاسُ)

Wahai Rasûlullâh! Siapa orang Mukmin yang paling utama?’ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Orang yang paling baik akhlaknya.’ Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu siapa orang Mukmin yang paling cerdas?’Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik persiapannya untuk menghadapi apa yang terjadi setelahnya. Mereka itulah orang yang paling cerdas.’”

(HR. Ibnu Mâjah, no. 4259 dan ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath, V/340, no. 4668)

0 comments: